Suatu ketika Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya orang sebelum kamu dari pengikut Ahlil-kitab terpecah belah menjadi 72 golongan. Dan umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan, 72 dua golongan akan masuk ke neraka, dan satu golongan yang akan masuk surga, yaitu golongan al-jama'ah."
Hadits di atas, dan hadits-hadits lain yang serupa memberikan pesan kepada kita, bahwa umat Islam akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, 72 golongan akan masuk ke neraka, dan satu golongan akan masuk surga. Hadits tersebut tidak berhenti di situ saja, bahkan memberikan penjelasan lagi, tentang identitas satu golongan yang akan selamat itu, yaitu golongan yang mengikuti mainstream al-jama'ah. Di sini lahir sebuah pertanyaan, apa yang dimaksud al-jama'ah tersebut?
Menurut para ulama, kata al-jama'ah dalam hadits di atas mengacu pada arti kebersamaan dan kolektifitas, sehingga kata al-jama'ah tersebut merupakan identitas golongan yang selalu memelihara sikap kebersamaan, kerukunan dan kolektifitas. Hal tersebut akan dapat terwujud menjadi kenyataan apabila pengikut golongan tersebut menjauhi adanya perpecahan (iftiraq) dengan meninggalkan sikap saling mengkafirkan, membid'ahkan dan memfasikkan, meskipun di antara mereka terjadi perbedaan pendapat. Pengertian tersebut seiring dengan ayat al-Qur'an,
"Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah. " (QS. al-An'am : 159).
Ayat di atas memberikan pengertian bahwa orang-orang yang membuat perpecahan dalam agama dan menciptakan golongan-golongan, maka mereka telah meninggalkan jalan yang benar.
Dari sini para ulama mengatakan, identitas pengenal golongan yang selamat (al-firqah al-najiyah) dalam Islam adalah sikap mereka yang selalu menjaga kebersamaan dan kolektifitas. Sehingga dengan demikian, sesuai dengan realita yang ada, Ahlussunnah Wal-Jama'ah, yang dalam hal ini adalah pengikut madzhab al-Asy'ari dan al-Maturidi, adalah golongan yang selamat (al-firqah al-najiyah), karena mereka selalu menjaga kebersamaan dan kolektifitas. Tali persatuan di antara mereka selalu terajut dengan kokoh. Perbedaan pendapat di antara mereka, tidak sampai menimbulkan perpecahan dan menyebabkan mereka terkotak-kotak dalam beberapa golongan dan aliran, karena perbedaan di kalangan mereka hanya menyangkut soal-soal furu' (ranting dan cabang), bukan soal-soal ushul (pokok-pokok ajaran).
Hal tersebut berbeda dengan aliran-aliran sempalan di luar Ahlussunnah Wal-Jama'ah, di mana perbedaan pendapat di antara mereka kerapkali menimbulkan perpecahan dan menebarkan sikap saling mengkafirkan, membid'ahkan dan mefasikkan. Seperti yang terjadi di kalangan Syiah Imamiyah, Khawarij, Mu'tazilah, Zaidiyah dan lain-lain. Hal inilah yang membedakan Ahlussunnah Wal-Jama'ah dengan aliran-aliran sempalan. Ahlussunnah Wal-Jama'ah identik dengan kebersamaan, sedangkan aliran-aliran sempalan identik dengan perpecahan.
Sikap saling mengkafirkan dan membid'ahkan dalam satu aliran dewasa ini juga menjadi trend di kalangan intern ulama Wahhabi. Apabila anda berkunjung ke dunia maya, dengan mengakses situs www.azahera.net, http://al7ewar.net/forum, atau http://vb.alaqsasalafi.com, anda akan mendapati bagaimana para ulama Wahhabi yang dulunya menembakkan vonis bid'ah, kufur dan syirik terhadap kaum Muslimin selain mereka, kini mereka menembakkan tuduhan bid'ah dan kafir tersebut terhadap sesama Wahhabi-nya.
Misalnya Abdul Muhsin al-'Abbad dari Madinah menganggap al-Albani berfaham Murji'ah. Hamud al-Tuwaijiri dari Riyad menilai al-Albani telah mulhid (tersesat). Al-Albani juga memvonis tokoh Wahhabi di Saudi Arabia yang mengkritiknya, sebagai musuh tauhid dan sunnah. Komisi fatwa Saudi Arabia yang beranggotakan al-Fauzan dan al-Ghudyan, serta ketuanya Abdul Aziz Alus-Syaikh memvonis Ali Hasan al-Halabi, ulama Wahhabi yang tinggal di Yordania, berfaham Murji'ah dan Khawarij. Kemudian Husain Alus-Syaikh yang tinggal di Madinah membela al-Halabi dan mengatakan bahwa yang membid'ahkan al-Halabi adalah ahli-bid'ah dan bahwa al-Fauzan telah berbohong dalam fatwanya tentang al-Halabi. Al-Halabi pun membalas juga dengan mengatakan, bahwa Safar al-Hawali, pengikut Wahhabi Saudi, beraliran Murji'ah. Ahmad bin Yahya al-Najmi, Wahhabi Saudi, memvonis al-Huwaini dan al-Mighrawi yang tinggal di Mesir membawa faham Khawarij. Falih al-Harbi dan Fauzi al-Atsari dari Bahrain menuduh Rabi' al-Madkhali dan Wahhabi Saudi lainnya mengikuti faham Murji'ah.
Di Indonesia sendiri, perpecahan sekte yang menamakan dirinya Salafi tersebut, dibeberkan oleh penulis mereka dengan buku Dakwah Salafi Dakwah Bijak. Hal itu hanya menjadi bukti, bahwa Wahhabi bukan Ahlussunnah Wal-Jama'ah atau al-firqah al-najiyah. (Wallahu a'lam).
Hadits di atas, dan hadits-hadits lain yang serupa memberikan pesan kepada kita, bahwa umat Islam akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, 72 golongan akan masuk ke neraka, dan satu golongan akan masuk surga. Hadits tersebut tidak berhenti di situ saja, bahkan memberikan penjelasan lagi, tentang identitas satu golongan yang akan selamat itu, yaitu golongan yang mengikuti mainstream al-jama'ah. Di sini lahir sebuah pertanyaan, apa yang dimaksud al-jama'ah tersebut?
Menurut para ulama, kata al-jama'ah dalam hadits di atas mengacu pada arti kebersamaan dan kolektifitas, sehingga kata al-jama'ah tersebut merupakan identitas golongan yang selalu memelihara sikap kebersamaan, kerukunan dan kolektifitas. Hal tersebut akan dapat terwujud menjadi kenyataan apabila pengikut golongan tersebut menjauhi adanya perpecahan (iftiraq) dengan meninggalkan sikap saling mengkafirkan, membid'ahkan dan memfasikkan, meskipun di antara mereka terjadi perbedaan pendapat. Pengertian tersebut seiring dengan ayat al-Qur'an,
"Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah. " (QS. al-An'am : 159).
Ayat di atas memberikan pengertian bahwa orang-orang yang membuat perpecahan dalam agama dan menciptakan golongan-golongan, maka mereka telah meninggalkan jalan yang benar.
Dari sini para ulama mengatakan, identitas pengenal golongan yang selamat (al-firqah al-najiyah) dalam Islam adalah sikap mereka yang selalu menjaga kebersamaan dan kolektifitas. Sehingga dengan demikian, sesuai dengan realita yang ada, Ahlussunnah Wal-Jama'ah, yang dalam hal ini adalah pengikut madzhab al-Asy'ari dan al-Maturidi, adalah golongan yang selamat (al-firqah al-najiyah), karena mereka selalu menjaga kebersamaan dan kolektifitas. Tali persatuan di antara mereka selalu terajut dengan kokoh. Perbedaan pendapat di antara mereka, tidak sampai menimbulkan perpecahan dan menyebabkan mereka terkotak-kotak dalam beberapa golongan dan aliran, karena perbedaan di kalangan mereka hanya menyangkut soal-soal furu' (ranting dan cabang), bukan soal-soal ushul (pokok-pokok ajaran).
Hal tersebut berbeda dengan aliran-aliran sempalan di luar Ahlussunnah Wal-Jama'ah, di mana perbedaan pendapat di antara mereka kerapkali menimbulkan perpecahan dan menebarkan sikap saling mengkafirkan, membid'ahkan dan mefasikkan. Seperti yang terjadi di kalangan Syiah Imamiyah, Khawarij, Mu'tazilah, Zaidiyah dan lain-lain. Hal inilah yang membedakan Ahlussunnah Wal-Jama'ah dengan aliran-aliran sempalan. Ahlussunnah Wal-Jama'ah identik dengan kebersamaan, sedangkan aliran-aliran sempalan identik dengan perpecahan.
Sikap saling mengkafirkan dan membid'ahkan dalam satu aliran dewasa ini juga menjadi trend di kalangan intern ulama Wahhabi. Apabila anda berkunjung ke dunia maya, dengan mengakses situs www.azahera.net, http://al7ewar.net/forum, atau http://vb.alaqsasalafi.com, anda akan mendapati bagaimana para ulama Wahhabi yang dulunya menembakkan vonis bid'ah, kufur dan syirik terhadap kaum Muslimin selain mereka, kini mereka menembakkan tuduhan bid'ah dan kafir tersebut terhadap sesama Wahhabi-nya.
Misalnya Abdul Muhsin al-'Abbad dari Madinah menganggap al-Albani berfaham Murji'ah. Hamud al-Tuwaijiri dari Riyad menilai al-Albani telah mulhid (tersesat). Al-Albani juga memvonis tokoh Wahhabi di Saudi Arabia yang mengkritiknya, sebagai musuh tauhid dan sunnah. Komisi fatwa Saudi Arabia yang beranggotakan al-Fauzan dan al-Ghudyan, serta ketuanya Abdul Aziz Alus-Syaikh memvonis Ali Hasan al-Halabi, ulama Wahhabi yang tinggal di Yordania, berfaham Murji'ah dan Khawarij. Kemudian Husain Alus-Syaikh yang tinggal di Madinah membela al-Halabi dan mengatakan bahwa yang membid'ahkan al-Halabi adalah ahli-bid'ah dan bahwa al-Fauzan telah berbohong dalam fatwanya tentang al-Halabi. Al-Halabi pun membalas juga dengan mengatakan, bahwa Safar al-Hawali, pengikut Wahhabi Saudi, beraliran Murji'ah. Ahmad bin Yahya al-Najmi, Wahhabi Saudi, memvonis al-Huwaini dan al-Mighrawi yang tinggal di Mesir membawa faham Khawarij. Falih al-Harbi dan Fauzi al-Atsari dari Bahrain menuduh Rabi' al-Madkhali dan Wahhabi Saudi lainnya mengikuti faham Murji'ah.
Di Indonesia sendiri, perpecahan sekte yang menamakan dirinya Salafi tersebut, dibeberkan oleh penulis mereka dengan buku Dakwah Salafi Dakwah Bijak. Hal itu hanya menjadi bukti, bahwa Wahhabi bukan Ahlussunnah Wal-Jama'ah atau al-firqah al-najiyah. (Wallahu a'lam).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar