Pada masa hidup penulis kira kira sebelum perang duni kedua rupanya mulai tersebar ditengah tengah golongan Alawiyyin faham syi’ah Imamiyah, dan rupanya ada ditengah tengah mereka tokoh yang menuduh bahwa pendahulu pendahul alawiyyin (para salaf) adalah penganut madzhab syiah imamiyah.
Oleh karena itu, maka penulis didalam kitabnya itu merasa perlu mebahas, dengan agak luas dasar dasar aqidah alawiyyin sejak nenek moyang mereka hingga sekarang, dengan mengemukakan bukti bukti dan dalil dalil yang cuup meyakinkan , kemudian beliau menyangga tuduhan yag keliru bahwa golongan alawiyyin sejak dahulu adalah penganut madzhab syia’ah imamiyah. Sanggahan ini memang sangat perlu karena ada orang orang baik dari golongan alwiyyin sendiri maupun dari luar golongan ini telah mempercayai tuduhan itu, terutama mereka yang kurang luas pengetahuannya tentang sejarah alawiyyin.
Apa yang pernah terjadi pada masa hidup penulis (Sayyid Alwi bin tohir Al haddad) ini berulang lagi, bahkan dengan skup yang lebih luas. Hal ini disebabkan oleh terjadinya revolusi iran. Revolusi ini telah membuat semua kaum muslimin bangga dan kagum dan ini wajar karena merupakan pertama kali dalam sejarah modern sejak tumbangnya hilafah ustmaniyah di Turki gerakan yang berideologi (berfaham) islam dapat tampil kepermukaan dan berhasil meraih tumpuk pimpinan Negara. Namun revolusi ini kemudian tampil sebagai revolusi syi’ah dan digunakan sebagai sarana untuk mempropagandakan madzhab ini dengan program export revolusi islam.
Dengan demikian maka banyaklah kalangan angkatan muda, orang orang yang tidak hanya mengagumi dan terpesona oelh revolusi iran, melainkan telah mengikuti faham syiah imamiyah, meninggalkan madzhab yangtelah mereka ikuti sejak pendahulu pendahulunya. Golongan alawiyyin terutama memang sangat mudah untuk dipengaruhi oleh faham ini, sehingga tanpa mempelajari dan mendalami ajaran madzhab ini secara serius mereka telah hanyut terbawa arus meninggalkan madzhab dan perilaku salaf (pendahulu pendahulu mereka ). Dengan demikian timbullah sempalan baru ditengah ummat ini pada umumnya dan ditengah golongan alwiyyin pada hususnya dan terpisahlah mereka dari “Assawadul a’dzom” , yaitu mayoritas umat ini yan dipegang teguh dan sangat dipelihara oleh salaf (pendahulu kita) agar kita tidak terpisah dari mereka, sebab golongan inilah yang ditentukan sebagai “Al firqoh Annajiyah” yaitu golongan yang selamat di akhirat sesuai dengan hadist nabi SAW” dengan timbulnya perpecahan dan selisih faham ini kita umat islam makin menjadi lemah. Tenaga dan fikiran yang semestinya kita kerahkan untuk hal hal positif dalam perjuangan umat ini menghadapi musuh musuh yang dating dari luar telah menjadi terserak serak dan tercabik cabik untuk mengahadapi perselisihan intern diantara kita yang sangat merugikan perjuangan umat ini secara keseluruhan.
Maka untuk menyanggah tuduhan bahwa salaf Al alawiyyin sebagai penganut madzhab syiah imamiyah , perlu rasanya menurut hemat kami untuk menyalin dan menyebarluaskan tulisan seorang tokoh alawiyyin yang sangat ahli baik dalam bidang sejarah maupun dalam semua cabang ilmu agama dan telah diakui keahliannya itu oelh semua pihak baik dalam ilmu , maupun dalam prilaku selama hidup. Semoga Allah mencurahkan rahmat dan kedudukan tertinggi disisinya. Amin. Bagian ini disalin dengan harapan semoga kebenaran kebenaran yang diuraikan ulama’ besar lagi terpercaya ini dapat meyakinkan hati dan pikiran orang yang semula merasa ragu, baik dari kalangan alawiyyin sendiri maupun dari pihak pihak yang lain, untuk kemudian kembali bersatu pada mengikuti jejak dan langkah salaf kita yang benar dan murni itu.
“ Dan ini adalah jalanku yang lurus maka ikutilah jalan itu dan janganlah mengikuti jalan jalan yang lain karena jalan jalan itu akan menceraiberaikan kamu dari jalannya yang demikian diperintahkan kepadamu agar kamu bertaqwa”
Habib Al qutub Abdullah bin Alwi Al haddad Ra berkata : hendaknya anda membentengi akidahmu (imanmu), memperbaiki dan meluruskan sesuai dengan jalan yang di tempuh oleh golongan yang selamat di akhirat (Al firqoh Annajiyah) golongan ini terkenal dikalangan kaum muslimin dengan sebutan golongan Ahlus Sunnah wal Jamaah, mereka adalah orang yang berpegang teguh dengan cara cara yang dilakukan oleh Rosulullah dan para sahabat sahabatnya. Apabila anda perhatikan dengan pikiran yang sehat dan hati yang bersih nash nash Al Qur’an dan sunnah yang berhubungan dengan keimanan, kemudian anda pelajari perilaku para salaf baik sahabat ataupun tabi’in , maka anda akan tahu dan yakin bahwa kebenaran akan berada di fihak mereka yang terkenal dengan sebutan golongan Al Asy’ariyah, yaitu pengikut Abul Hasan Al Asy’ari yang telah menyusun kaidah kaidah (keyakinan) gologan yang berada di pihak yang benar serta telah meneliti dalil dalilnya. Itupulalah aqidah yang telah disepakati oleh para sahabat nabi serta generasi generasi berikutnya dari para tabiin yang sholeh dan itupulalalah aqidah orang orang yang mengikuti kebenaran dimana saja dan kapan saja. Aqidah dan keyakinan itu juga dianut oleh semua ulama’ tashowwuf, seperti diriwayatkan oleh Abul Qosim Al Qusyairi dalam risalahnya.
Al hamdulillah (segala puji bagi Allah) yang telah memberi kita taufiq dan menjadikan aqidah ini sebagai aqidah kita dan aqidah saudara saudara kita, semua Al Alawiyyin para shadah Al Husainiyyin (keturunan Sayyidina Husain bil Ali bin Abi tholib Ra) serta aqidah datuk datuk kita sejak Rosulullah hingga kini.
Al Imam Al muhajir, kakek para sadah al alawiyyin, yaitu imam ahmad bin Isa Bin Muhammad Bin Ali Bin Imam Ja’far Ashodiq setelah memperhatikan munculnya berbagai macam bid’ah dan berkecamuknya berbagai macam fitnah serta perselisihan faham di negeri Irak, beliau lalu berhijrah meninggalkan negeri ini berpindah pindah dari satu negeri ke negeri yang lain hingga sampai ke hadraumaut di Yaman, kemudian beliau tinggal di negeri ini sampai wafat. Maka Allah telah memberkahi keturunannya sehingga terkenallah banyak tokoh dari keluarga ini dalam ilmu, ibadah , ma’rifat dan kewaliyan, mereka tidak mengalami apa yang dialami oleh golongan golongan ahlul bait yang lain dengan mengikuti berbagai bid’ah dan faham yang sesat. Semua itu adalah berkat niat yang suci Imam Al Muhajir yangtelah melarikan diri dari fitnah, demi menyelamatkan agama dan aqidahnya dari pusat pusat fitnah. Semoga Allah membalas jasa baik imam ini dengan sebaik baik balasan atas jasa seorang ayah terhadap anak cucunya, semoga pula Allah mengangkat derajatnya bersama datuk datuknya yang mulia di surga illiyyin serta memberi kita taufiq untuk mengikuti jejak dan langkah mereka dalam keadaan sehat wal afiat, tampa merubah atau mendapat cobaan dan fitnah. Sesungguhnya Dialah tuhan maha pengasih.
Madzhab maturidiyah dalam hal ini sama dengan madzhab Al Asy’ariyah maka setiap orang yang beriman hendaknya membentengi aqidahnya dengan mengahafal (mempelajari) salah satu aqidah yang disusun oleh seorang imam yang telah disepakati keagungannya serta kedalama ilmunya. Saya rasa orang yang mencari pelajaran aqidah semacam itu tidak akan mendapatan selengkap dan sejelas aqidah yang disusun oleh Imam Al Ghozali Ra. Disamping jauhnya aqidah itu dari hal hal yang meragukan serta terhindar dari ungkapan ungkapan yang bisa menimbulkan salah faham. Aqidah ini telah disampaikan pada bagian awal dari kitab Qowaidl Al Aqo’id dalam kitab Al Ihya’ Lil Imam Ghozali. Maka hendaklah anda mengahafalnya atau mempelajarinya. Adapun jika anda kurang puas (dengan kitab itu) hendaklah anda mempelajari Arrisalah Al qudsiyah yang tersurat pada fasal ketiga dari kitab Ihya tersebut.
Dalam hal ini, anda hendaknya tidak terlalu berlebihan dalam mempelajari ilmu “tauhid” serta tidak perlu terlalu banyak memperbincangkannya dengan semata mata mencari hakikat kebenaran tenang ketuhanan, sebab anda tidak akan memperoleh melalui ilmu ini. Adapaun jika anda ingin mencapai tingkat ma’rifat hendaknya anda mengikuti thorikoh yang ditempuh para salaf (pendahulu kita), yaitu dengan berpegang teguh pada ketaqwaan baik lahir maupun batin, merenungi dan mentadabburi ayat ayat Al qur’an, hadist hadist nabi serta riwayat orang orang sholeh, berfikir tentang kerajaan langit dan bumi dengan tujuan mengambil pelajaan daripadanya, mendidik akhlaq serta memperhalus budi yang kasar melalui latihan latihan rohani (riyadloh), membersihkan cermin kalbu dengan banyak berdzikir, berpaling dari soal soal yang melalaikan dari hal hal tersebut. Apabila telah menempuh jalan ini, Insya Allah anda akan mencapai tujuan itu serta akan memperoleh apa yang akan diharapkan
Habib abdulloh banyak menguraikan hal hal.yang kami sebutkan di atas baik dalam kumpulan ceramah ceramah (majmu kalamihi) maupun dalam karya karya beliau yang lain yang telah beliau susun .mereka yang merujuk kepadanya
Habib Abdullah bin thohir bin husin telah pula menguraikan apa yang kami sebutkan tadi pada sebuah risalah yang telah beliau susun , nukilannya disebutkan oleh habib idrus bin umar al habsy dalam kitabnya “iqdul ya waqit al jauhariyah” sedang al habib idrul al akbar cukup menyebutkan aqidah yang disusun oleh syekh Abdullah bin As’ad al yafi’I dalam bentuk sya’ir.
Dalam bebrapa fasal dalam kitabnya Al idrus menegaskan : “Barang siapa meyakini hulul (menetesnya ruh Allah dalam diri mahluk) atau menyatunya tuhan dengan mahluk (wahdatul wujud), maka orang ini telah menjadi kafir”. Dalam sebagian fasal yang lain beliau menulis : aqidah yang kita anut adalah aqidah Asy’ariyah dan madzhab kita dalam fiqih (hokum hokum agama ) adalah madzhab syafi’i, sesuai dengan kitab Allah (Al Qur’an) serta sunnah Rosulullah.
Penulis (Habib Alwi b. Thatir) berkata :
“Imam Annaqib Muhammad b. Ali Uraidhi pernah juga ditanya tentang hal semacam itu dan beliau juga memberi jawaban sama dengan jawaban datuknya. Dengan soal – soal semacam ini dan soal – soal lain orang dapat mengambil kesimpulan bahwa beliau tidak tergolong pengikut Madzhab Syi’ah Imamiyah (yang berpendirian bahwa talak tiga yang diucapkan sekaligus dihit-ung satu talak) seperti mereka yang mendasarkan pendapatnya pada perkiraan dan dugaan semata. Hal itu diriwayatkan oleh Muhammad b Manshur Al – Kufi Al – Muradi dengan sanadnya kepada Imam Ja’far Asshadiq melalui riwayat Husain b. Zaid b. Ali dari Imam Ja’far. juga melalui riwayat Abu Dhamrah, Hatim, Abu Hamzah, Ibrahim b. Yahya dan Assariy b. Abdillah Assulami serta Muhammad b. Ja’far telah meriwayatkan kepadaku dari ayahnya abu Ja’far, bahwa seseorang bartanya kepadanya, katanya dia telah menceraikan istrinya dengan talak tiga sekaligus. Beliau menjawab : “Engkau telah melakukan kesalahan dan bertanggung jawab atas kesalahan itu.(yakni talak itu berlaku).
Orang yang dimaksud dengan Muhammad b. Ali adalah Muhammad A-Azraq kakek Imam Ahmad Al-Muhajir dan Muhammad b. Ja’far adalah paman Muhammad ini, terkenal dengan julukan Addibaj. Beliau inilah yang pernah dibai’at sebagai Khalifah pada masa ber-kecamuknya perang saudara antara Amin dan Ma’mun (putra – putra Harun Al-Rasyid). Keponakannya Muhammad b. Ali Uraidhi yang terkenal dengan julukan Al-Azraq adalah di antara orang-orang yang telah membai’atnya, demikian pula saudaranya Ali Al-Uraidhi. Muhammad b. Manshur brkata : Abu Kuraib meriwayatkan kepada kami dari Hafsh b. Ghiats katanya : Saya mendengar Ja’far b. Muhammad berkata : Barangsiapa mengucapkan talak tiga , maka akan berlaku baginya talak tiga. Itulah pendirian kita Ahlul Bait. Barangsiapa mengucapkan talak tiga akan jatuh tiga”.
Muhammad b. Manshur berkata : “Saya bertanya kepada Ahmad bin Isa Bin Zaid, tentang seorang yang mengucapkan talak tiga terhadap terhadap isterinya. Ahmad bin Isa menjawab : “Berlakulah talak itu dan bercerailah dia dari isterinya. Kita tidak berpendirian seperti golongan Rafidhah”.
Semua riwayat tersebut bersumber dari kitab “Badai” il Anwar Fi Ikhtilafi U’lama’iAhlil Bait”. Karya Muhammad b. Manshur Al Muradi.Mengapa soal Aqidah ini diuraikan secara panjang lebar? Mungkin ada orang yang merasa heran membaca apa yang talah kami tulis di sini tentang aqidah para Sadah Al Alawiyin, sebab hal itu merupakan sesuatu yang banyak diketahui orang. Tersurat dalam karya-karya tulis dan biografi mereka baik yang ditulis oleh mereka sendiri maupun yang ditulis oleh orang lain yang bertindak menguaraikan ihwal dan prilaku mereka. Perlu kami kemukakan di sini, bahwa yang menjadi sebab mengapa kami berbuat demikian, ialah bahwa pada zaman ini, zaman yang penuh dengan hal-hal yang aneh dan ganjil – ada tokoh tertentu yang bertindak melakukan pembelaan terhadap golongan Imamiyah dan Madzhabnya serta menyanggah golongan Ahlussunnah Wal Jama’ah, demi untuk membela Madzhab mereka, bahkan juga telah menyanggah golongan Syi’ah Zaidiyah, karena perselisihan yang terjadi sejak dahulu di antara kedua golongan Syi’ah tersebut. Menurut golongan Imamiyah – atau sebagian mereka golongan Zaidiyah ini adalah golongan yang wajib lebih dahulu diperangi sebelum orang-orang kafir, sesuai penafsiran bagi ayat ini
“Hai orang-orang beriman perangilah orang-orang kafir di sekitarmu dan hendaknya mereka mendapatkan kekerasan dari padamu”.
Maka demi memenuhi perintah untuk bertindak keras, mereka telah membunuh anak-anak dan orang-orang yang tidak terlibat langsung dalam peperangan, persis seperti yang pernah dilakukan oleh golongan Khawarij.
Itulah salah satu sebab yang menimbulkan bencana dan pemberontakan secara beruntun dan terus menerus di negeri Yaman – karena adanya golongan Imamiyah di Harran, di Najran dan di Aden, disamping beberapa tempat yang lain.
Oleh karena itu, maka tokoh pembela golongan Imamiyah ini telah secara suka-rela melakukan tindakannya itu dalam membela mereka dari golongan Zaidiyah disamping golongan Asy’ariyah, bahkan dia telah melakukan tindakan yang tidak patut dilakukannya, yaitu menjauhkan para pendahulunya (Salaf) dari Aqidah dan Thariqah yang benar, dengan mengatakan mereka sejak semula adalah penganut Madzhab Imamiyah alias “Rafidhah”
Golongan Imamiyah ini adalah golongan yang berpendirian bahwa sebagian besar sahabat Nabi SAW – kecuali beberapa saja – telah menjadi fasiq dan kafir. Dengan demikian mereka telah menolak riwayat yang tegas lagi benar dan telah diriwayatkan oleh sebagian besar ahli-ahli sejarah bahwa mereka bukanlah penganut Madzhab Imamiyah, dia menyanggah anggapan yang tidak dapat diterima ini dengan angan-angan yang bertolak belakang dengan dengan kenyataan, serta dengan rekaan-rekaan yang tidak benar lagi tidak terpuji, dan usaha coba-coba yang bila dinilai dengan fikiran yang sehat, bukti dan fakta yang kuat, tidaklah dapat digolongkan sebagai kebenaran.
Rupanya orang ini telah tertipu oleh propaganda golongan Imamiyah yang ekstrim tanpa meneliti falta yang tersembunyi di balik permukaan dan tanpa pendalaman dengan akal sehat secara semestinya.
Golongan Imamiyah termasuk di antara golongan umat ini yang telah terpecah-pecah dan tercabik-cabik, sehingga ada yang menyatakan bahwa pecahan-pecahan itu telah mencapai lebih dari tujuh puluh golongan. Di tengah-tengah golongan ini teleh timbul berbagai faham yang tidak pernah terdengar kekejian semacam itu pada golongan- golongan lain, seperti menitisnya Roh Allah pada sebagian makhlik (hulul), faham reinkarnasi (tanasukh Al Arwah), adanya faham raj’ah (kebangkitan kembali orang yang telah mati sebelum kiamat), menafsirkan arti-arti syari’at yang tegas dengan tafsiran-tafsiran yang membatalkannya. Mereka balik perintah agama dengan meninggalkan perintah itu dan menjalankan larang-larangannya. Menganggap semua benda yang berbentuk bernyawa. Mena’wilkan ayat ayat Al Qur’an dengan penafsiran yang tidak berdasar, memberikan pangkat ketuhanan pada sebagian Imam-Imam mereka. Tidak berlakunya sebagian kewajiban agama atas mereka. Batalnya hukum-hukum dan amalan. Di tengah merea telah muncul golongan-golongan Majusi yang berkedok Islam dan menyembunyikan kekafirannya dan para Dajjal yang menipu atas nama agama ……. Di tengah mereka telah muncul pula golongan yang ber faham Wahdatulwujud (pantheisme). Mereka mengakui reinkarnasi dengan berbegai tingkatannya seperti yang diyakini pleh sebagian faham Majusi.
*
Golongan Imamiyah telah menyatakan faham-faham yang aneh sejak zaman Imam Asshadiq, bahkan sejak sebelum itu (Imam Asshadiq selalu menyatakan berlepas diri dari mereka dan mengingkari hubungan mereka dengan beliau) Mereka juga berpendirian mena’wilkan sahnya kedudukan Imam tanpa dibai’at tanpa pembela, tanpa pendukung tanpa menyatakan diri sebagai pemimpin, tanpa menunjukkan amal yang bisa menjadi contoh tauladan, atau ilmu yang terbesar luas untuk member petunjuk dan pelajaran, tanpa menjalankan hukum agama tau melaksanakannya, tanpa memiliki kekuasaan atau kekuatan. Lalu mereka beranggapan bahwa kedudukan Imam ini menyerupai makam (pangkat) wali quthb, yang diakui oleh golongan A’lawiyin. Seolah orangini tidak tahu bahwa makam quthbaniyah adalah salah satu tingkat dan pangkat dalam faham Tasawuf, sedang golongan Alawiyin baru mengikuti faham Tasawuf pada abad ke VII Hijriyah, setelah aliran ini tersebar luas di seluruh dunia Islam.
Hal ini rasanya perlu diperpanjang. Kendati demikian, kami tidak berputus asa dan tetap mengharap semoga Allah memberi petunjuk kepada orang yang kami sebutkan itu kembali menempuh jalan yang benar serta lebih layak baginya, dengan anugerah dan rahmat dari Allah.
Walau demikian, namun bukanlah merupakan tindakan yang benar dan prilaku yang terpuji apabila seseorang mengikuti suatu faham, atau melakukan tindakan yang salah dalam cara berfikir lalu dia menganggap orang lain yang sebenarnya tidak berfaham demikian – sebagai telah mengikuti faham itu. Tuduhan demikian demikian ini bahkan dilancarkan terhadap orang-orang yang telah menghadap Tuhannya (wafat) serta akan memikul beban tanggung jawab amal perbuatan yang pernah dilakukan, sedang sejarah telah mencatat prilaku mereka, menerangkan hakekat Aqidah dan keyakinan mereka, sehingga tidak sepantasnyalah menuduh para Salaf itu dengan hal-hal yang sesungguhnya Allah telah mensucikan mereka dari padanya, atau menghubungkan faham-faham yang menyimpang ini kepada mereka.
· Untuk menunjukkan betapa besar dan dalam pengaruh tradisi, kebudayaan dan nasionalisme Iran pada Madzhab Syi’ah Imamiyah Itsana ‘Asyoriyah ini, adalah apa yang ditulis oleh Hamid Eneyat dalam bukunya : “Reaksi Politik Sunni Dan Syi’ah. Pemikiran politik Islam Modern Menghadapi Abad ke 20” Penerbit Pustaka Bandung 1408 – 1988 p. 281, sebagai berikut :
“Drama tersebut (terbunuhnya Imam Al Husain) juga bias memperoleh arti penting lain dalam konteks khusus budaya Iran, bukan hanya karena adanya warna-warna nasionalistik anti Arab, atau anti Turki dalam versi-versi populernya, tetapi juga karena peleburannya dalam budaya rakyat dengan mitos Darah Siavush dari masa pra-Islam, seperti tercatat dalam karya Firdausi, Shahnameh. Himne-himne keagamaan kaum Alawi, Ahli Haqq menggambarkan bagaimana Roh Luhur Manusia Sempurna menitis dari Habil, melalui Jamsyid, Iraj dan Siavush kepada Husain. Meskipun mengandung cirri-ciri yang sama sekali berbeda, mitos Siavush didasarkan kepada gagasan identik mengenai “tertumpahnya darah manusia tak berdosa yang menangis abadi meminta pembalasan. “Tetapi, sementara legenda Husain melahirkan aspirasi keadilan yang pada intinya bersifat politis, maka legenda Siavush mengilhamkan keyakinan akan adanya pembalasan dendam universal yang menjamin keadilan bagi jiwa-jiwa tertindas.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar